Inkontinensia Urin


INKONTINENSIA URINE

2.1 Definisi
Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak terkendali atau terjadi di luar keinginan. (Brunner&Suddarth, 2002). Inkontinenensia urine adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan atau sosial.Variasi dari inkontinensia urin meliputi keluar hanya beberapa tetes urin saja, sampai benar-benar banyak, bahkan terkadang juga disertai inkontinensia alvi (disertai pengeluaran feses).
Inkontinensia urine lebih sering terjadi pada wanita yang sudah pernah melahirkan daripada yang belum pernah melahirkan (nulipara). Hal ini terjadi karena adanya perubahan otot dan fasia di dasar panggul.

2.2 Klasifikasi, Etiologi dan Manifestasi Klinis
Inkontinensia urin dibagi menjadi inkontinensia akut dan kronik/persisten.
a. Interkontinensia Akut
Inkontinensia akut terjadi secara mendadak, biasanya berkaitan dengan kondisi sakit akut atau problem iatrogenik/lingkungan yang menghilang jika bila kondisi akut teratasi atau problem medikasi dihentikanEtiologinya disingkat dengan DRIP atau DIAPPERS DIAPPERS (Sudoyono dkk, 2006).
D R I P
D : Delirium
R : Restricted Mobility, Retention
I : Infection, Inflamation, Impaction
P : Polyuria, pharmaceuticals
D I A P P E R S
D : Delirium or acute confusional state
I : Infection, urinary
A : Atrophic vaginitis or urethritis
P : Pharmaceutical
• Sedative hyptonic
• Loop diuretics
• Anti-cholinergic agents
• Alpha-adrenergic agonist and antagonist
• Calcium channel blochers

P : Psychologic disorders : depression
E : Endocrine disorders
R : Restricted mobility
S : Stooli Impactio
Delirium, merupakan gangguan kognitif akut dengan latar belakang dehidrasi, infeksi paru, gangguan metabolisme, dan elektrolit. Delirium menyebabkan proses hambatan refleks miksi berkurang yang menimbulkan inkontinensia bersifat sementara. Kejadian inkontinensia akan dapat dihilangkan dengan mengidentifikasi dan menterapi penyebab delirium.
Infeksi traktus urinarius. Inflamasi dan infeksi pada saluran kemih bawah akan meningkatkan kejadian frekuensi, urgensi, dan dapat mengakibatkan inkontinensia. Sehingga mengakibatkan seorang usila tidak mampu mencapai toilet untuk berkemih. Bakteriuria tanpa disertai piuria (infeksi asimptomatik) yang banyak terjadi pada usila, tidak selalu mengindikasikan adanya infeksi dan bisa saja bukan etiologi inkontinensia.
Atrophic vaginitis. Jaringan yang teriritasi, tipis dan mudah rusak dapat menyebabkan timbulnya gejala rasa terbakar di uretra, disuria, infeksi traktus urinarius berulang, dispareunia, urgensi, stress atau urge incontinence. Gejalanya sangat responsif terhadap terapi estrogen dosis rendah, yang diberikan baik oral atau topikal. Gejala akan berkurang dalam beberapa hari hingga 6 minggu, walaupun respon biokimia intraseluler memakan waktu lebih panjang.
Pharmaceutical. Obat-obatan sering dihubungkan dengan inkontinensia pada usia lanjut. Beberapa golongan obat seperti diuretic, anti kolinergik, psikotropik, analgesic-narkotik, penghambat adrenergic alfa, agonis adrenergic alfa, penghambat calsium channel, dan lain-lain dapat menyebabkan inkontinensia.
- Sedative Hypnotics (benzodiazepines : diazepam, flurazepam)
Sedatif, seperti benzodiazepin dapat berakumulasi dan menyebabkan confusion dan inkontinensia sekunder, terutama pada usia lanjut. Alkohol juga mempunyai efek serupa dengan benzodiazepines, mengganggu mobilitas dan menimbulkan diuresis
- Loop Diuretics
Obat-obatan seperti diuretik akan meningkatkan pembebanan urin di kandung kemih sehingga bila seseorang tidak dapat menemukan toilet pada waktunya akan timbul urge incontinence.
- Anti-cholinergic Agents
Agen antikolinergik dan sedatif dapat menyebabkan timbulnya atonia sehingga timbul retensi urin kronis dan overflow incontinence.
- Alpha-adrenergic agonist and antagonist
Agen alpha-adrenergik yang sering ditemukan di obat influenza, akan meningkatkan tahanan outlet dan menyebabkan kesulitan berkemih. Sebaliknya, obat-obatan ini sering bermanfaat dalam mengobati beberapa kasus stress incontinence. Alpha blockers, yang sering dipergunakan untuk terapi hipertensi dapat menurunkan kemampuan penutupan uretra dan menyebabkan stress incontinence.
- Calcium Channel Blockers
Calcium channel blockers untuk hipertensi dapat menyebabkan berkurangnya tonus sfingter uretra eksternal dan gangguan kontraktilitas otot polos kandung kemih sehingga menstimulasi timbulnya stress incontinence. Obat ini juga dapat menyebabkan edema perifer, yang menimbulkan nokturia.
Psikologis. Depresi dan kecemasan dapat menyebabkan pasien mengalami “kebocoran” urin. Mekanisme ini biasanya merupakan kombinasi dari bladder overactivity dan relaksasi sfingter uretra yang tidak tepat. Intervensi awal ditujukan pada gangguan psikologinya. Setelah gangguan tersebut diatasi tetapi masih terdapat inkontinensia maka harus dilakukan evaluasi lebih lanjut.
Endocrine disorders. Output urin yang berlebihan bisa disebabkan oleh karena intake cairan yang banyak, minuman berkafein, dan masalah endokrin. Diabetes mellitus melalui efek diuresis osmotiknya dapat menyebabkan suatu kondisi overactive bladder. Kondisi yang mengakibatkan poliuria seperti hiperglikemia, hiperkalsemia, pemakaian diuretika, dan minum banyak juga dapat mencetuskan inkontinensia akut. Kelebihan cairan seperti gagal jantung kongestif, insufisiensi vena tungkai bawah akan mengakibatkan nokturia dan inkontinensia akut malam hari. Inkontinensia akut pada laki-laki sering berkaitan dengan retensi urin akibat hipertrofi prostate.skibala dapat mengakibatkan obstruksi mekanik pada bagian distal kandung kemih yang selajutnya menstimulus otot detrusor involunter.
Restricted mobility. Usia lanjut dengan kecenderungan mengalami frekuensi, urgensi, dan nokturia akibat proses menua akan mengalami inkontinensia jika terjadi gangguan mobilitas karena gangguan moskuloskeletal, tirah baring dan perawatan di rumah sakit. Keterbatasan mobilitas ini dapat disebabkan karena kondisi nyeri arthritis, deformitas panggul, gagal jantung, penglihatan yang buruk, hipotensi postural atau post prandial, perasaan takut jatuh, stroke, masalah kaki atau ketidakseimbangan karena obat-obatan. Pola miksi di samping atau di tempat tidur dapat mengatasi masalah ini.
Stooli impaction. Impaksi feses akan mengubah posisi kandung kemih dan menekan syaraf yang mensuplai uretra serta kandung kemih, sehingga akan dapat menimbulkan kondisi retensi urine dan overflow
incontinence.

• Interkontinensia Persisten
Inkontinensia persisten merujuk pada kondisi urikontinensia yang tidak berkaitan dengan kondisi akut/iatrogenik dan berlangsung lama. Terdapat empat tipe inkontinensia urin persisten, yaitu: Fungsional Inkontinensia Urin, Overflow Inkontinensia Urin (OIU), Stress Inkontinensia Urin (SIU), Urge Inkontinensia Urin (UIU).
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih. Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet. Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi.
Jika terjadi infeksi saluran kemih, maka tatalaksananya adalah terapi antibiotika. Apabila vaginitis atau uretritis atrofi penyebabnya, maka dilakukan tertapi estrogen topical. Terapi perilaku harus dilakukan jika pasien baru menjalani prostatektomi. Dan, bila terjadi impaksi feses, maka harus dihilangkan misalnya dengan makanan kaya serat, mobilitas, asupan cairan yang adekuat, atau jika perlu penggunaan laksatif. Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena produksi urin berlebih karena berbagai sebab. Misalnya gangguan metabolik, seperti diabetes melitus, yang harus terus dipantau. Sebab lain adalah asupan cairan yang berlebihan yang bisa diatasi dengan mengurangi asupan cairan yang bersifat diuretika seperti kafein.
Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor penyebab produksi urin meningkat dan harus dilakukan terapi medis yang sesuai. Gangguan kemampuan ke toilet bisa disebabkan oleh penyakit kronik, trauma, atau gangguan mobilitas. Untuk mengatasinya penderita harus diupayakan ke toilet secara teratur atau menggunakan substitusi toilet. Apabila penyebabnya adalah masalah psikologis, maka hal itu harus disingkirkan dengan terapi non farmakologik atau farmakologik yang tepat.
Pasien lansia, kerap mengonsumsi obat-obatan tertentu karena penyakit yang dideritanya. Obat-obatan ini bisa sebagai ‘biang keladi’ mengompol pada orang-orang tua. Jika kondisi ini yang terjadi, maka penghentian atau penggantian obat jika memungkinkan, penurunan dosis atau modifikasi jadwal pemberian obat. Golongan obat yang berkontribusi pada IU, yaitu diuretika, antikolinergik, analgesik, narkotik, antagonis adrenergic alfa, agonic adrenergic alfa, ACE inhibitor, dan kalsium antagonik. Golongan psikotropika seperti antidepresi, antipsikotik, dan sedatif hipnotik juga memiliki andil dalam IU. Kafein dan alcohol juga berperan dalam terjadinya mengompol. Selain hal-hal yang disebutkan diatas inkontinensia urine juga terjadi akibat kelemahan otot dasar panggul, karena kehamilan, pasca melahirkan, kegemukan (obesitas), menopause, usia lanjut, kurang aktivitas dan operasi vagina.
Penambahan berat dan tekanan selama kehamilan dapat menyebabkan melemahnya otot dasar panggul karena ditekan selama sembilan bulan. Proses persalinan juga dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot dan jaringan penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia urine. Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita di usia menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia urine. Faktor risiko yang lain adalah obesitas atau kegemukan, riwayat operasi kandungan dan lainnya juga berisiko mengakibatkan inkontinensia. Semakin tua seseorang semakin besar kemungkinan mengalami inkontinensia urine, karena terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot dasar panggul.
Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain:
1. Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau bersin. Bisa juga disebabkan oleh kelainan di sekeliling daerah saluran kencing.
2. Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung kemih.
3. Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih, urine banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan.
Inkontinensia urine dapat timbul akibat hiperrefleksia detrusor pada lesi suprapons dan suprasakral. Ini sering dihubungkan dengan frekuensi dan bila jaras sensorik masih utuh, akan timbul sensasi urgensi. Lesi LMN dihubungkan dengan kelemahan sfingter yang dapat bermanifestasi sebagai stress inkontinens dan ketidakmampuan dari kontraksi detrusor yang mengakibatkan retensi kronik dengan overflow.
Manifestasi Klinis
1. Urgensi
2. Retensi
3. Kebocoran urine
4. Frekuensi

2.3 Jenis-jenis Inkontinensia Urin
a. Stress urinary incontinence terjadi apabila urin secara tidak terkontrol keluar akibat tidak terkendalinya aliran urin akibat meningkatnya tekanan intraabdominal. Dalam hal ini, tekanan di dalam kandung kencing menjadi lebih besar daripada tekanan pada urethra. Gejalanya antara lain kencing sewaktu batuk, mengedan, tertawa, bersin, berlari, atau hal lain yang meningkatkan tekanan pada rongga perut. Umumnya disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul, merupakan penyebab tersering inkontinensia urin pada lansia di bawah 75 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita tetapi mungkin terjadi pada laki-laki akibat kerusakan pada sfingter urethra setelah pembedahan transurethral dan radiasi. Pasien mengeluh mengeluarkan urin pada saat tertawa, batuk, atau berdiri. Jumlah urin yang keluar dapat sedikit atau banyak. Pengobatan dapat dilakukan secara tanpa operasi(misalnya dengan Kegel exercises, dan beberapa jenis obat-obatan), maupun secara operasi (cara yang lebih sering dipakai).
b. Urge incontinence, keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi keinginan berkemih. Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan dengan kontraksi detrusor tak terkendali (detrusor overactivity). Masalah-masalah neurologis sering dikaitkan dengan inkontinensia urin urgensi ini, meliputi stroke, penyakit Parkinson, demensia dan cedera medula spinalis. Pasien mengeluh tak cukup waktu untuk sampai di toilet setelah timbul keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa inkontinensia urin. Inkontinensia tipe urgensi ini merupakan penyebab tersering inkontinensia pada lansia di atas 75 tahun. Satu variasi inkontinensia urgensi adalah hiperaktifitas detrusor dengan kontraktilitas yang terganggu. Pasien mengalami kontraksi involunter tetapi tidak dapat mengosongkan kandung kemih sama sekali. Mereka memiliki gejala seperti inkontinensia urin stress, overflow dan obstruksi. Oleh karena itu perlu untuk mengenali kondisi tersebut karena dapat menyerupai ikontinensia urin tipe lain sehingga penanganannya tidak tepat. Gejalanya antara lain perasaan ingin kencing yang mendadak, kencing berulang kali, kencing malam hari, dan inkontinensia. Pengobatannya dilakukan dengan pemberian obat-obatan dan beberapa latihan.
c. Inkontinensia urin luapan / overflow (overflow incontinence), tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi kandung kemih yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes melitus atau sclerosis multiple, yang menyebabkan berkurang atau tidak berkontraksinya kandung kemih, dan faktor-faktor obat-obatan. Gejalanya berupa rasa tidak puas setelah kencing (merasa urin masih tersisa di dalam kandung kencing), urin yang keluar sedikit dan pancarannya lemah.
d. Inkontinensia urin fungsional, memerlukan identifikasi semua komponen tidak terkendalinya pengeluaran urin akibat faktor-faktor di luar saluran kemih. Penyebab tersering adalah demensia berat, masalah muskuloskeletal berat, faktor lingkungan yang menyebabkan kesulitan untuk pergi ke kamar mandi, dan faktor psikologis. Seringkali inkontinensia urin pada lansia muncul dengan berbagai gejala dan gambaran urodinamik lebih dari satu tipe inkontinensia urin.

2.4 Pemeriksaan Diagnosa dan Terapi
a. Pengkajian fungsi otot destrusor
b. Radiologi dan pemeriksaan fisik (mengetahui tingkat keparahan / kelainan dasar panggul)
c. Cystometrogram dan elektromyogram
Terapi
• Urgensi
Cream estrogen vaginal, anticolenergik, imipramine (tofranile)
Diberikan pada malam hari
Klien dianjurkan untuk sering buang air kecil
• Over flow inkontinensia
Farmakologis prazocine (miniprise) dan cloridabetanecol (urecholine)
Diberikan untuk menurunkan resistensi bagian luar dan meningkatkan kontraksi kandung kemih.

Komentar

Postingan Populer